Pages

21 Mei 2013

Iddah Dalam Islam





MAKALAH
IDDAH DALAM ISLAM
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas Mata Kuliah
Fikih  yang di ampu oleh Bpk Machfudz, M.Ag.



                                                                                      

Disusun Oleh :
1.      Akhmad Lthfi Ali
2.      Indrayati
3.      Rofikoh Annur

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi iddah
B. Macam-macam iddah
C. Hak perempuan dalam iddah
D. Hikmah adanya iddah
BAB III PENUTUP
            Kesimpulan
SARAN DAN KRITIK
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
.Latar Belakang
            Sebagian orang ada yang menyatakan bahwa ‘iddah’ kini sudah tidak perlu lagi bagi seorang janda yang sudah bercerai atau karena ditinggal suaminya. Alasannya adalah dengan penelitian laboraturium, kini sudah dapat diketahui jika ternyata kandungan dianggap “bersih” atau tidak ada calon bayi yang dikandung.[1]
            Orang-orang seperti ini tentu menganggap perceraian sama seperti mengganti pakaian, mobil, atau rumah, dimana kita dapat langsung mencari pengganti lagi yang baru ketika yang lama sudah tidak terpakai.
            Hidum manusia sebagaimana juga sebuah ikatan pernikahan, tentu tidak bisa dipahami sepicik itu, karena ada hikmah agung dibalik disaratkannya iddah.
            Dalam makalah yang kami buat ini, maka kami akan memaparkan masa iddah dan hal-hal yang berkaitan, maka kami akan merinci dalam rumusan masalah sebagai berikut ini:

Rumusan Masalah
A.     Apa definisi Iddah?
B.     Apa saja macam-macam Iddah?
C.     Bagaimana hak perempuan dalam Iddah?
D.     Apa hikmah adanya Iddah?
Tujuannya
A.    Untuk mengetahui apa itu Iddah yang sebenarnya.
B.     Untuk mengetahui apa saja macam-macam Iddah.
C.     Untuk mengetahui bagaimana hak perempuan pada masa Iddah.
D.    Untuk mengetahui hikmah apa saja yang didapat dengan adanya Iddah.


BAB II
 PEMBAHASAN
A. Definisi Iddah
Iddah ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata adad yang artinya perhitungan. Maksudnya yaitu setelah isteri terceraikan atau ditinggal mati suaminya maka isteri tersebut menghitung hari-harinya dan masa bersihnya. Sedangkan menurut istilah adalah masa menunggu bagi wanita yang dicerai maupun ditinggal mati, pada masa tersebut isteri menunggu,tidak boleh menikah dengan orang lain.[2]
            Masa iddah sudah dikenal dari zaman Jahilliyah.Para ulama menyepakati iddah itu wajib hukumnya.Juga Allah telah berfirman pada
Q.S. Al-Baqarah ayat 228 yang artinya:
“Dan perempuan yang terthalaq hendaklah ia menahan diri tiga kali quru’….”

B. Macam Macam Iddah[3]
Iddah ada beberapa macam yaitu:
1)      Iddah isteri yang berhaid,yaitu tiga kali haid (quru’).
Ketika seorang wanita diceraikan dan masih masa subur atau dapat haid maka iddahnya tiga kali haid.Sebagaimana yang diterangkan pada surat Al-Baqarah ayat 228 diatas.
2)      Iddah isteri yang mati haid,yaitu tiga bulan.
Wanita yang dicerai tetapi sudah tidak bisa haid atau sudah tidak dalam usia subur,atau masih anak-anak yang belum baligh,atau sama sekali tidak haid sebelumnya maka masa iddahnya tiga bulan.

3)      Iddah isteri karena kematian suami,yaitu empat bulan sepuluh hari.
Seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya maka iddahnya empat bulan sepuluh hari,hal tersebut untuk menghormati kepada suami dan tidak boleh menikah selama waktu tersebut.
4)      Iddah isteri hamil,yaitu sampai melahirkan.
Apabila seorang isteri yang sedang hamil lalu ditinggal oleh suaminya karena thalaq ataupun meninggal maka iddahnya setelah wanita tersebut melahirkan.Diterangkan oleh Allah SWT dalam surat At-Thalaq:4 yang artinya:
“Dan orang-orang yang putus haid di antara kamu (suami-isteri) jika kamu ragu,maka iddah mereka itu tiga bulan.Dan perempuan-perempuan yang tidak haid serta perempuan-perempuan yang hamil masa iddah mereka itu sesudah mereka melahirkan….”
5)      Iddah isteri yang belum disetubuhi ada kalanya saat suami masih hidup dan ada saat sudah meninggal.
Belum disetubuhi suami masih hidup:
Isteri yang ditalaq suaminya yang masih hidup namun belum disetubuhi maka ia boleh menikah dengan orang lain tanpa menunggu beberapa hari. Bahwa diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab:49 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman…..! jika kamu mengawini perempuan-perempuan Mukminah kemudian kamu thalaq sebelum kamu sentuh (setubuh) mereka,maka bagi kamu tak ada keharusan menghitung masa iddah mereka”.
Belum disetubuhi namun suami meninggal:
Namun jika talaq karena suaminya meninggal dan belum disetubuhi maka isteri tersebut memiliki masa iddah seperti orang sudah disetubuhi yaitu empat bulan sepuluh hari,karena untuk menghormati suaminya.Dan sudah diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah:234 yang artinya:
“Dan orang-orang yang telah meninggal diantara kamu sedangkan mereka maninggalkan isteri,maka hendaklah mereka (isteri-isteri) ini menahan diri selama empat bulan sepuluh hari”
Ada perselisian dalam hal mengenai perempuan yang cerai mati, sedangkan ia hamil dan anaknya lahir sebelum cukup 4 bulan 10 hari terhitung dari meninggalnya suaminya. Apakah iddah-nya habis dengan melahirkan anak; dan berarti apabila anaknya lahir, walaupun belum cukup 4 bulan 10 hari dari meninggal suaminya, iddah-nya sudah habis habis, karena merdasarkan umumnya keterangan surat At-Thalaq:4? Ataukah dicukupkan empat bulan sepuluh hari, karena menurut surat Al-Baqarah:234, artinya apabila anaknya lahir sebelum 4 bulan 10 hari, iddahnya harus menunggu sampai cukup 4 bulan 10 hari?[4]
            Menurut jumhur salaf, iddah-nya habis setelah anaknya lahir, walaupun belum cukup 4 bulan 10 hari. Menurut pendapat lain yang diriwayatka oleh Ali, iddah-nya harus mengambil waktu yang lebih panjang daripada salah satu diantara kedua iddah itu. Artinya apabila anknya lahir sebelum 4 bulan 10 hari, iddah-nya harus menunggu sampai cukup 4 bulan 10 hari; dan apabila telah sampai 4 bulan 10 hari belum lahir juga, maka iddah-nya harus menunggu sampai anaknya lahir.[5]
C. Hak perempuan dalam iddah[6]
1.   perempuan yang taat pada iddah raj’iyah berhak menerima tempat tinggal (rumah), pakaian, dan segala keperluaan hidupnya, dari yang menalaknya (bekas suaminya); kecualai istri yang durhaka, tidak menerima apa-apa.
      Rosulullah Saw bersabda yang artinya:
      Dari Fatiamah binti Qais, “Rasululloh Saw. Telah bersabda, kepadanya, ‘Perempuan yang berhak mengambil dan rumah kediaman dari bekas suaminya itu apabila bekas suaminya itu berhak  rujuk kepadanya’.” (Riwayat Ahmad dan Nasai)

2.      Perempuan yang iddah bain, Kalau dia mengandung, ia berhak juga atas kediaman, nafkah, dan pakaian.
      Allah Swt berfirman yang artinya “Dan jika mereka (istri-istri yang sudah di talak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin.” (At-Talaq:6)
3.      Perempuan dalam iddah bain yang tidak hamil, baik bain dengan talak tebus atau talak tiga, hanya berhak mendapatkan tempat tinggal, tidak yang lainnya.
      Allah Swt berfirman yang artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.” (At-Talaq:6)
Sebagian ulama berpendapat bahwa bain yang tidak hamil, tidak berhak mendapat nafkah dan tidak pula tempat tinggal.
      Rasulullah Saw bersabda yang artinya “Dari Fatimah binti Qais,dari Nabi Saw., mengenai perempuan yang ditalak tiga. Sabda Rasulullah,”Ia tidah berhak atas tempat tinggal dan tidak pula atas nafkah.” (Riwayat Ahmad dan Muslim).
      Adapun firman Allah dalam surat At-Talaq ayat 6 tersebut di atas, menurut mereka hanya berlaku untuk perempuan yang dalam iddah raj’iyah.
4.      Perempuan yang dalam iddah wafat, mereka tidak mempunyai hak sama sekali meskipun dia mengandung, karena dia dan anak yang berada dalam kandungannya telah mendapat hak pusaka dari suaminya yang meninggal dunia.
      Rasulullah Saw bersabda yang artinya “Janda hamil yang kematian suaminya tidak berhak mendapat nafkah. (Riwayat Daruqutni).


D. Adapun hikmah adanya masa iddah antara lain:[7]
1.      Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan sehingga tidak tercampur antara keturunan seorang dengan yang lain.
2.      Hikmah ‘iddah dalam talak raj’I adalah agar batin dari masing-masing pihak dapat kembali tenang dan agar “air kembali mengalir sesuai jalurnya”. Si suami juga masih memiliki hak untuk kembali kepada istrinya, dia dapat melakukan rujuk tanpa akad baru dan tanpa mahar. Adapun ‘iddah dalam talak bain mengandung hikmah agar batin masing-masing pihak kembali tenang dan agar mereka dapat melihat jauh ke depan untuk menjalani kehidupan.
3.      Menjunjung tnggi masalah perkawinan yaitu agar dapat menghimpunkan orang-orang yang arif mengkaji masalahnya dan memberikan tempo berpikir panjang. Jika tidak diberikan kesempatan demikian, maka tak ubahnya seperti anak-anak kecil bermain, sebentar disusun, sebentar lagi dirusaknya.
4.      Membiri kesempatan kepada suami-istri yang berpisah untuk kembali kepada kehidupan semula, jika mereka menganggap hal tersebut baik.

  
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
A.    Iddah merupakan masa menunggu bagi wanita yang dicerai maupun ditinggal mati, pada masa tersebut isteri menunggu,tidak boleh menikah dengan orang lain.
B.     Macam-macam iddah
·         Iddah istri yang berhaid
·         Iddah istri yang mati haid
·         Iddah istri karena kematian suami
·         Iddah istri hamil
·         Iddah istri yang belum disetubuhi
Þ    Belum disetubuhi suami masih hidup
Þ    Belum disetubuhi tapi suami sudah meninggal
C.     Hak perempuan dalam iddah
·        Istri yang di talak raj’I berhak menerima tempat tinggal (rumah), pakaian, dan segala keperluaan hidupnya, dari yang menalaknya (bekas suaminya).
·         Perempuan yang iddah bain, Kalau dia mengandung, ia berhak juga atas kediaman, nafkah, dan pakaian.
·         Perempuan dalam iddah bain yang tidak hamil, baik bain dengan talak tebus atau talak tiga, hanya berhak mendapatkan tempat tinggal, tidak yang lainnya.
·        Perempuan yang dalam iddah wafat, mereka tidak mempunyai hak sama sekali meskipun dia mengandung.
D.    Hikmah dari Iddah
·         Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan sehingga tidak tercampur antara keturunan seorang dengan yang lain.
·         agar batin dari masing-masing pihak dapat kembali tenang dan agar mereka dapat melihat jauh ke depan untuk menjalani kehidupan.
·         Menjunjung tnggi masalah perkawinan yaitu agar dapat menghimpunkan orang-orang yang arif mengkaji masalahnya dan memberikan tempo berpikir panjang.
·         Membiri kesempatan kepada suami-istri yang berpisah untuk kembali kepada kehidupan semula, jika mereka menganggap hal tersebut baik.

  
SARAN DAN KRITIK

            Sebelumnya kami ucapkan banyak terimakasih kepada Drs. Machfud M.Pd, selaku dosen Fikih yang telah memberi tugas ini sebagai bahan rujukan. Dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kami maupun yang membaca atau yang lain.
            Kami sadar dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan, karena penulis mengingat kalimat yang bebunyi : “Apabila suatu pekerjaan telah selesai (sempurna) maka akan tampak suatu kekurangan” , terkait dengan hal itu kami sangat membutuhkan saran dan kritik yang tentunya membangun untuk penyempurnaan makalah ini atau kedepan. Terimakasih.
           


DAFTAR PUSTAKA
Musayyar, M. Sayyid Ahmad. IslamBicara Soal Seks, Percintaan, dan Rumah Tangga. Penerbit Erlangga. 2008. TK.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, 1987. Alma’arif, Bandung.
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam, 2010. Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung.


[1] Musayyar, M. Sayyid Ahmad. IslamBicara Soal Seks, Percintaan, dan Rumah Tangga. Penerbit Erlangga. 2008. TK. Hal 268.
[2] Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, 1987. Alma’arif, Bandung. Hal 139-140
[3] Ibid, hal. 141
[4] Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam, 2010. Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung. Hal 414
[5] Ibid, hal.415
[6] Ibid, hal. 416
[7] Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, 1987. Alma’arif, Bandung. Hal. 140-141

2 komentar:

  1. Terimakasih ini sangat bermanfaat.
    bolehkah diShare ???

    BalasHapus
  2. Berapa lama kah sekiranya isteri diceraikan dengan talak tiga. Adakah masih tiga kali suci atau sebaliknya.

    BalasHapus