a.
Pengertian
Mukmin
Mukmin berarti orang yang beriman. Dan yang ia
imankan ialah Allah SWT, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya,
hari akhir dan qadar (kepastian)Nya. Rasulullah SAW ketika ditanya oleh
malaikat Jibril tentang iman, Beliau bersabda : “ (iman) ialah percaya kepada
Allah, kepada Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitab-Nya, kepada hari akhir dan
percaya kepada Qadar yang baik dan buruk.” (HR.Muslim)
b.
Ciri-Ciri
Mukmin
Terdapat sejumlah ciri ciri sikap orang yang
beriman, diantaranya Allah swt menggambar dalam Surah Al Mukmin ayat 1-11.Ayat
ini secara eksplisit menggambarkan tentang ciri ciri sikap orang orang yang
beriman yang dijanjikan kebahagiaan dan kesuksesan dunia serta Surga Firdaus
yaitu :
1. Mendirikan Sholat lima waktu dengan Khusyu. Sholat yang khusyu adalah Sholat yang menghadirkan jiwa dan pikiran serta menundukkan seluruh raga dihadapan Allah swt disamping semaksimal mungkin mematuhi rukun, wajib dan syarat Sholat yang benar dan baik dengan merasakan bahwa kita sedang melihat dan merasakan kehadiran Allah swt, atau minimal kita dapat merasakan bahwa Allah pasti melihat kita. Sholat khusyu inilah yang kemudian dapat memberi manfaat individu dan sosial, salah satu diantaranya adalah “ Tanha anil Fahsyai wal Mungkar” menjadi perisai dan penghalang bagi kita dalam berbuat keburukan dan kejelekan. Disinilah makna Sholat sebagai ibadah ritual dan media pertemuan dengan Allah swt disuatu sisi dan ibadah sosial disi lain yang yang termanifestasi untuk selalu menghadirkan Allah swt pada setiap kegiatan individu dan social
2. Menolak hal hal yang bersifat Laghwi, atau hal hal yang dapat melalaikan. Banyak hal
yang dapat melalaikan kita dari mengingat dan melaksanakan kewajiban kita
kepada Sang Kholiq Allah swt. Diterangkan didalam Riwayat Hadis Rasulullah
didalam kitab hadist Sunan Ibnu Daud Bab Sholattul Khouf bahwa saking
pentingnya apa yang disebut dengan Sholat, Rasulullah memerintahkan Sholat
untuk selalu didirikan kendatipun dalam keadaan berperang dan menghadapi
dentuman serangan tembakan Musuh
Oleh sebab itu, sudah menjadi konsekuensi bagi mereka yang menolak Laghwi untuk selalu berusaha menyibukkan diri dengan hal hal yang bermanfaat, sehingga Laghwi itu tidak memiliki kesempatan untuk mengelabuinya.
Oleh sebab itu, sudah menjadi konsekuensi bagi mereka yang menolak Laghwi untuk selalu berusaha menyibukkan diri dengan hal hal yang bermanfaat, sehingga Laghwi itu tidak memiliki kesempatan untuk mengelabuinya.
3. Dzakat. Kenapa Dzakat ? sebab pada point pertama Allah menyuruh hubungan yang kuat terhadap Allah swt atau hablum minallah dengan mendirikan sholat dengan Khusyu. Kemudian pada point kedua diatas, Allah seakan akan menitip pesan khusus bagi setiap manusia untuk mengendalikan diri, nafsu dan syaitan dengan menolak Laghwi atau hal hal yang dapat melalaikan. Maka pada point ke tiga, Allah menjadikan ciri bagi orang Mukmin yang bahagia itu adalah membayar Dzakat. Dzakat adalah Hablum Minannas yang mengisyaratkan bahwa setelah memiliki hubungan kuat dengan Allah dan mengendalikan diri, nafsu dan syaitan, maka tiba saatnya berajak kepada suatu bentuk realisasi pengorbanan sosial. Sebab banyak juga orang Islam, kalau diperintahkan Sholat tidak terlalu berat baginya, sebab sholat modal dan kuncinya cuma Wudhu dan khusyu. Demikian juga pada point kedua dalam mengalahkan Hawa nafsu dan syaitan, tidak dibutuhkan pengorbanan harta, tetapi pengorbanan yang bersifat pribadi semata. Lain halnya dengan Dzakat, ibadah satu ini juga secara dhohir adalah memiliki implikasi dan realisasi sosial yang sangat luas dan luar biasa khususnya bagi kesejahteraan atau Hablum minannas, tetapi secara hakiki, Dzakat juga merupakan hablum minallah, dimana Allah swt akan menjadikan tamu agung bagi setiap orang yang rajin berDzakat atau sedekah.
4. Menjaga kemaluan. Menjaga kemaluan adalah sesuatu yang hukumnya Wajib bagi setiap Muslim dan haram hukumnya melakukan Zina sebab tidak hanya berbahaya bagi moral tetapi juga bagi kemajuan kesejahteraan suatu masyarakat. Zina adalah salah satu dosa besar yang dapat melahirkan perbuatan perbuatan maksiat atau dosa dosa besar lainnya, seperti Korupsi, Perampokan, Pembunuhan dan Perjudian serta yang paling merugikan lagi adalah memusnahkan kekuatan generasi pelanjut.
5. Amanah. Senantiasa menjaga dan mendirikan serta menyampaikan amanat yang telah diberikan kepadanya. Amanat disini memiliki pengertian yang sangat luas, baik itu amanah Risalah sebagai suatu amanah paling besar dan dahsyat, maupun amanah amanah lainnya yang bersifat pribadi maupun publik. Tidak heran, jika kemudian persoalan amanah ini juga menjadi salah satu tolak ukur yang memisahkan antara orang beriman dengan orang Munafik. Sebab dusta juga memiliki dampak dan pengaruh sosial yang sangat besar dimana dengan dusta tidak hanya kata dan fakta yang dapat dibolak balikkan yang kemudian mengakibatkan penyelewengan penyelewengan keuangan dan politik serta hukum. Tetapi dusta juga dapat mengantarkan pada kehancuran sebuah keluarga dan masyarakat disebabkan oleh apa yang disebut dusta.
c. Sikap Hidup Mukmin
1. Taqwa
kepada Allah SWT
Taqwa kepada Allah berarti menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Taqwa juga berarti berhati-hati dalam hidup, yakin menjaga diri dari semua aturan yang diberikan Allah sebagai penciptanya. Taqwa kepada Allah menjadi kewajiban setiap muslim.
Firman Allah
Taqwa kepada Allah berarti menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Taqwa juga berarti berhati-hati dalam hidup, yakin menjaga diri dari semua aturan yang diberikan Allah sebagai penciptanya. Taqwa kepada Allah menjadi kewajiban setiap muslim.
Firman Allah
يأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْااتَّقُوْااللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ
مَّاقَدَّمَنْ لِغَدٍِج وَاَتَّقُوْااللهَقلى اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ
بِمَاتَعْمَلُوْنَ (الحشر:18)
“Hai orang-orang yang beriman, taqwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat). Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr: 18)
“Hai orang-orang yang beriman, taqwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat). Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr: 18)
يأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْااتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ
تَمُوْتتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ (ال عمران: 102)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali engkau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ‘Imran: 102)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali engkau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ‘Imran: 102)
Memperhatikan apa-apa
yang telah dikerjakan untuk hari esok berarti mengadakan evaluasi kerja dan
mengadakan perencanaan kerja di masa-masa yang akan datang. Hari esok ada dua
macam, yakni hari esok yang dekat (di dunia ini) dan hari esok yang jauh (di
akherat kelak)
2. Berbuat
baik kepada kedua orang tua
Orang tua (ayah dan ibu) adalah orang yang menjadi perantara hidup manusia di dunia. Islam memberi tuntunan bahwa setiap anak wajib berbuat baik kepada kedua orang tuanya, walaupun berbeda agama dengan dirinya sendiri.
Firman Allah:
Orang tua (ayah dan ibu) adalah orang yang menjadi perantara hidup manusia di dunia. Islam memberi tuntunan bahwa setiap anak wajib berbuat baik kepada kedua orang tuanya, walaupun berbeda agama dengan dirinya sendiri.
Firman Allah:
وَاعْبُدُوْاللهَ وَلاَتُشْرِكُوْابِه شَيْئًا وَبِالْوَالِدِيْنِ
اِحْسَانًا (النسائ:36)
“Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukannya-Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat ihsanlah (baiklah) kepada kedua orang tua (Ibu bapak0 mu…” (Q.S An – Nissa: 36)
“Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukannya-Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat ihsanlah (baiklah) kepada kedua orang tua (Ibu bapak0 mu…” (Q.S An – Nissa: 36)
Islam tidak memberi
batasan tentang berbuat baik kepada orang tua. Hal ini diserahkan kepada
kebijakan manusia (anak) Sesuai dengan Kondisi masing-masing orang tuanya.
Islam hanya memberi batasan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua tidak
boleh melanggar hak-hak Allah, misalnya dengan cara menyekutukan-Nya.
Apabila kedua orang tua mengajak berbuat maksiat kepada Allah (misalnya menyekutukan-Nya) maka anak tidak boleh mengikuti ajakan tersebut, namun tetap berikap baik kepadanya.
Firman Allah SWT:
Apabila kedua orang tua mengajak berbuat maksiat kepada Allah (misalnya menyekutukan-Nya) maka anak tidak boleh mengikuti ajakan tersebut, namun tetap berikap baik kepadanya.
Firman Allah SWT:
وَاِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى اَنْ تُشْرِكَ بِى مَالَيْسَ لَكَ بِه
عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَافِىالدُّنْيَا مَعْرُوْفًا
“Dan jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan dengan Aku, sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik …” (QS. Luqman: 15).
“Dan jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan dengan Aku, sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik …” (QS. Luqman: 15).
Di samping wajib
berbuat baik, kita dilarang untuk menyakiti hati kedua orang tua, sebagaimana
firman-Nya.
…. اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَاَحَدُهُمَاأَوْكِلاَ
هُمَافَلاَ تَقُلْ لَّهُمَاأُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْ هُمَاوَقُلْ لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا
(الاسرائ: 23)
“……jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentuk mereka dengan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia:. (QS. Al Israa’: 23)
“……jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentuk mereka dengan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia:. (QS. Al Israa’: 23)
Apabila kedua orang
tua belum Islam, hendaklah dido’akan agar mendapat petunjuk dari Allah sehingga
mau masuk Islam. Jika keduanya telah meninggal, hendaklah dido’akan agar
mendapat ampunan di sisi-Nya, misalnya dengan lafal do’a:
رَبَّنَااغْفِرْلِى وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ
يَقُوْمُ الْحِسَابُ ( ابراهيم : 41)
“Ya Rab kami, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim: 41)
“Ya Rab kami, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim: 41)
3. Berbuat
baik kepada sesama manusia
Kewajiban berbuat baik kepada sesama manusia telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya sebagai berikut:
Kewajiban berbuat baik kepada sesama manusia telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya sebagai berikut:
وَاعْبُدُ اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوْابِه شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ
اِحْسَانًا وَبِذِى اْلقُرْبى وَالْيَتمى وَاْلمَسكِيْنِ وَالْجَارِذِى الْقُرْبى
وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيْلِ وَمَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالاً فَخُوْرًا
( النساء: 36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu bapak), karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisaa’: 36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu bapak), karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisaa’: 36)
Selanjutnya Rasulullah
SAW. Melarang kepada muslim untuk meremehkan, menyakiti hati dan sebagainya.
Sabda Rasulullah SAW.
اَلْمُسْلِمُ اَخُوالْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهَ وَلاَيَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ التَّقْوى هَاهُنَا وَيُشِيْرُ اِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَاَخَاهُ اْلمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ (رواه مسام )
اَلْمُسْلِمُ اَخُوالْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهَ وَلاَيَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ التَّقْوى هَاهُنَا وَيُشِيْرُ اِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَاَخَاهُ اْلمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ (رواه مسام )
“(Seorang) muslim adalah
saudara bagi muslim (lain), tidak boleh (seseorang) menganiyaya dia, tidak
boleh mengecewakan dia, tidak boleh menghinakan dia, Taqwa ada di sini! Dan
beliau memberikan isyarat ke dadanya tiga kali sambil bersabda: “Cukup jahat
apabila seseorang menghina saudaranya (muslim yang lain). Tiap Muslim terhadap
Muslim (yang lain) haram darahnya, harta, dan kehormatannya”. (HR. Muslim)
REFERENSI:
·
Nipan,
M, 2000. Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji. Yogyakarta : Mitra Pustaka
·
http://manalor.wordpress.com/2010/04/21/sikap-dan-perilaku-orang-beriman/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar