Oleh Muhammad Riyzan
Ihsan berasal
dari kata حَسُنَ yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya
adalah اِحْسَانْ, yang artinya kebaikan.
Ihsan
adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kesempurnaan”
atau “terbaik.” Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang
menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu
membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya
Allah melihat perbuatannya.
Ihsan juga bisa
diartikan melakukan ibadah dengan khusyuk, ikhlas dan yakin bahwa Allah
senantiasa mengawasi apa yang dilakukannya.
Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam surat Al-Isra ayat 7:
“Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…”
Selain itu, Allah juga berfirman dalam surat Al-Qashash ayat 77:
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat
baik terhadapmu….”
Dari firman tersebutlah, Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas. Bahwasanya, kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah swt.
Sementara itu, landasan Syar’i Ihsan, tercantum dalam Al-Qur`anul Karim, Pertama, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.
“Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”
(QS An-Nahl: 90)
“… serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia….” (QS. Al-Baqarah:83)
“Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu….” (QS. An-Nisaa`: 36)
Secara As-Sunnah Rasulullah saw. Beliau sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, di antara hadist-hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini.
Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan, ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan di mana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Sementara itu, terdapat tiga aspek fundamental dalam Ihsan. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan akhlak.
“Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu….” (QS. An-Nisaa`: 36)
Secara As-Sunnah Rasulullah saw. Beliau sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, di antara hadist-hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini.
Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan, ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan di mana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Sementara itu, terdapat tiga aspek fundamental dalam Ihsan. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan akhlak.
1.Ibadah
Ibadah secara
bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut
syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
2.Muamalah
Dari segi
bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang
berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan.
Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus mempunyai dua buah
pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara aktif,
sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu terhadap yang
lainnya.
Pengertian
Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula
dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;
Menurut
Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan
dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan
lain sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah
adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia,
seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak,
sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran,
baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau
global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat
di antara mereka.Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah
yaitu muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh
manusia dalam hal tukar menukar manfaat.
Dari
berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala
peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama
maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia
dengan alam sekitarnya.
3.Akhlak
Akhlaq
adalah lafadz yang berasal dari bahasa Arab merupakan bentuk jamak dari kata
khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berasal
dari kata khalaq yang berarti menciptakan, yang seakar dengan kata khaliq yang
berarti pencipta, makhluq artinya yang diciptakan, dan kahlq artinya ciptaan.
Dari
pengertian tersebut, memberi informasi bahwa akhlaq, selain merupakan tata
aturan atau norma-norma perilaku tentang hubungan antara sesama manusia, juga
merupakan norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan yang maha
pencipta, bahkan hubungan dengan alam sekitarnya.
Adapun
akhlaq menurut beberapa ulama antara lain, menurut :
-
Imam
Al-Ghazali
“Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
-
Ibrahim Anis
“Akhlaq
adalah keadaan jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
dipikir dan dipertimbangkan lebih dahul”.
Dari
pengertian di atas dapat dipahami bahwa akhlaq adalah merupakan sifat yang
tertanam dalam jiwa seseorang yang dapat menimbulkan gerakan, perbuatan,
tingkah laku secara spontan, gampang atau mudah pada saat dibutuhkan tanpa
memerlukan pemikiran atau perimbangan terlebih dahulu dan tidak memerlukan
dorongan dari luar.
Akhlaq adalah gambaran atau bayangan dari jiwa seseorang, mereka berbuat, bertindak, atau bertingkah laku berdasarkan apa yang tertanam dalam jiwanya dan telah menjadi kebiasaan setiap hari tanpa ada pengaruh atau dorongan dari pihak lain, mereka melakukan secara spontan tanpa pertimbangan pikiran sebelumnya.
Untuk melekatkan akhlaq yang mulia pada diri seseorang, harus terlebih dahulu dilakukan pembersihan diri dari hal-hal sebagai berikut :
1. Dosa dan kesalahan melalui taubat
dan istighfar kepada Allah
2. Sifat-sifat yang tercela, yang
melekat pada dirinya melalui latihan dan pembiasaan yang berkesinambungan.
Dari ketiga aspek fundamental dalam ihsan,maka ihsan
memiliki kelebihan diantaranya :
-Mentaati perintah dan larangan
Allah SWT dengan ikhlas
-Senantiasa amanah,jujur dan menepati
janji
-Merasakan nikmat dan haus akan
ibadah
-Mewujudkan keharmonisan masyarakat
-Mendapat ganjaran pahala dari Allah
SWT.
Cara Penghayatan Ihsan Dalam kehidupan :
-Menyembah dan beribadah kepada
Allah
-Memelihara kesucian aqidah tidak
terbatal
-Mengerjakan ibadah fardhu ain dan
sunat
-Hubungan baik dengan keluarga,
tetangga dan masyarakat
-Melakukan perkara-perkara yang baik
-Mengamalkan sifat-sifat mahmudah
-Bersyukur atas nikmat Allah SWT.
Jika menarik kesimpulan, ihsan merupakan puncak
prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang
menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang
dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi
kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia daripada yang lain, kecuali
mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.
Semoga kita semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah swt. mengambil ruh ini
dari raga kita.
Sumber :
-
Buku Meraih
Puncak Ihsan,
Penulis Prof Dr Falih bin Muhammad bin Falih Ash Shughayyir,penerbit Darus Sunnah
Penulis Prof Dr Falih bin Muhammad bin Falih Ash Shughayyir,penerbit Darus Sunnah
-
Buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang Shahih,Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka
At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3
-
Buku Pengantar Studi Islam,penulis Prof. Dr.
Khoiruddin Nasution, M.A penerbit academia dan tazzafa
Jazaakumullahu khayr atas artikelnya..alhamdulillah bermanfaat ..
BalasHapus---
Muslimjogja.com