Oleh Mad Solihin
NIM 181203120025
Pengaruh
lingkungan dalam pergaulan sangatlah penting, pun demikian dengan seorang
sahabat, karena ia akan mempengaruhi kepribadian, perilaku dan sikap seseorang.[1]
Adalah
hal yang sangat wajar apabila banyak diantara para sahabat Rasulullah SAW. yang
kemudian hari menjadi seorang guru ataupun intelektual yang tinggi akan
ilmunya. Itu semua tak lain adalah karena pengaruh yang ditimbulkan oleh
Rasulullah SAW dalam setiap pergaulannya. Mereka mendapat pengajaran dari
beliau yang kemudian sebagian sahabat itu ada yang menjadi guru.[2]
Dan
dalam makalah ini akan penulis paparkan sedikit sejarah para sahabat yang
menjadi guru dan ulama termasyhur di masa Mamluks.
2. Rumusan Masalah
a. Siapa
sajakah sahabat yang kemudian menjadi seorang guru?
b. Ilmu
apa yang mereka kuasai?
c. Siapa
sajakah Ulama yang tergolong masyhur di masa Mamluks?
3. Pembahasan
a. Sahabat-sahabat
yang menjadi seorang guru
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus menyebutkan dalam bukunya[3]
bahwa diantara sahabat yang menerima pengajaran dari beliau ada yang menjadi
guru. Mereka diantaranya adalah : Umar bin Khatab, Ali bin Abu Talib, Ibnu
Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Zaid bin Sabit, Aisyah, Mu’ad bin Jabal, Abu
Dardak, Abdullah bin Salam, dan Salman Al-Farisy. Mereka adalah sahabat yang
masuk dalam derajat pertama dalam ilmu pengetahuan.
Selain itu ada 20 orang guru dari derajat yang kedua dan kira-kira
120 orang dari derajat ketiga.
b. Ilmu
yang mereka kuasai
Ulama-ulama tersebut belumlah ada takhasus dalam satu vak (macam)
ilmu, bahkan mereka alim dalam segala cabang-cabang ilmu agama.[4]
Kendatipun demikian, mereka juga mempunyai kelebihan-kelebihan khusus yang
menonjol dalam diri mereka.
1.
Umar bin Khatab
Beliau
adalah salah satu sahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW. Beliau mempunyai
kelebihan dalam bidang hukum dan pemerintahan.[5]
2.
Abdullah bin Umar (Ibnu Umar)
Berbeda
dengan ayahnya, Ibnu Umar mempunyai kelebihan dalam bidang mengumpulkan hadits
dan sangat teliti dalam meriwayatkannya.
3.
Ibnu Abbas
Ibnu Abbas mempunyai banyak keahlian sebagaimana diungkapkan oleh
Ubaidillah bin ‘Utbah, “Ia telah menyediakan waktu untuk mengajar ilmu fikih,
tafsir, riwayat dan strategi perang, syair, tarikh dan kebudayaan bangsa Arab
di hari yang berlainan. Tidak ada yang tahu tentang syair, bahasa Arab, tafsir
al-Qur’an, ilmu hisab dan pusaka selain dia.”[6]
Namun ia lebih masyhur dalam bidang Tafsir Al-Qur’an dan ilmu Faraid.[7]
Mungkin itu semua juga berkat do’a yang telah diberikan oleh Nabi
Muhammad kepadanya sewaktu kecil seraya menepuk-nepuk bahunya, “ Ya Allah,
berilah ia ilmu yang mendalam dan ajarkanlah kepadanya Ta’wil Al-Qur’an”.[8]
4.
Ali bin Abi Thalib
Sama
halnya dengan Umar, beliau juga ahli dalam bidang hukum. Selain itu ia juga ahli
dalam bidang tafsir dan sekaligus menjadi guru dari Ibnu Abbas.
5.
Ibnu Mas’ud
Ia
terkenal ahli dalam bidang al-Qur’an dan Hadits serta orang yang pertama
membacakan al-Qur’an di hadapan kaum Quraisy.[9] Beliau
adalah seorang penggembala kambing yang miskin, berperawakan kecil dan kurus.
Dalam lingkungan masyarakatnya, ia tidak disapa dikarenakan status sosialnya
rendah.
Perjumpaan
awal dengan Rasulullah adalah ketika waktu itu Ibnu Mas’ud sedang menggembala
kambing milik Uqbah bin Mu’aith. Kemudian datanglah Rasulullah saw. bersama Abu
Bakar untuk meminta susu. Akan tetapi karena ia hanyalah seorang penggembala,
maka ia tidak berani memberikannya. Kemudian Rasulullah bertanya tentang
kambing betina yang belum pernah dikawini oleh si pejantan. Maka dibawakanlah
kambing betina itu. Setelah itu, kambing betina tersebut diikat kakinya oleh
Rasulullah dan diperah susunya sambil brdo’a kepada Allah. Tiba-tiba susu itu
berair banyak, kemudian Abu Bakar mengambil wadah untuk susu itu. Setelah susu
itu diperah, maka Rasulullah menitahkan kapada susu, “Kempislah!”, maka
kempislah susu itu.
Dari
situlah nasib Ibnu Mas’ud berubah. Bahkan ia adalah orang yang tahu tentang
semua asbabun nuzul turunnya al-Qur’an. Lebih dari itu, beliau juga termasuk
“Peti Rahasia”. Sebuah julukan yang diberikan karena kepadanyalah Rasulullah
menumpahkan keluhannya dan mempercayakan rahasianya.[10]
6.
Salman Al-Farisyi
Beliau
adalah sahabat yang banyak mengetahui tentang macam-macam agama, seperti :
Majusi, Nasrani, Yahudi dan Islam. Itu semua karena beliau telah mempraktekan
agama-agama tersebut.
Dalam
buku yang berjudul “Para Sahabat yang Akrab dalam Kehidupan Rasul” yang
diterjemahkan oleh M. Arfi Hatim dari buku aslinya “Men Around The Messenger”[11]
dijelaskan bahwa Salman adalah seorang putra dari tokoh Penduduk Persia yang
menyembah api. Hingga suatu ketika ia diperintahkan untuk pergi ke kebun milik
orang tuanya. Akan tetapi dalam perjalannya, ia melewati gereja dan mendengar
mereka sembahyang. Iapun kagum dan mengatakan bahwa agama mereka lebih baik
dari agamanya.
Ia
pun kemudian pergi ke Syiria, tempat dimana agama Nasrani itu berasal. Disana
ia dapati seorang uskup dan hidup bersamanya. Akan tetapi uskup tersebut tak
baik agamanya karena menyuruh orang-orang untuk bersedekah dengan alasan untuk
dibagi-bagikan, tetapi malah disimpan untuk dirinya sendiri.
Kemudian
diangkat pemimpin baru yang lebih sholeh dari yang sebelumnya. Dan ketika
ajalnya telah dekat, Salman bertanya kepada siapa ia harus datangi. Sang
uskuppun menyarankan untuk menemui seseorang yang tinggal di Mosul.
Pun
demikian halnya ketika orang yang di Mosul ajalnya menjemput, ia bertanya
kepada siapa ia harus datangi. Kemudian dijawab dengan mengatakan supaya ia menemui
orang yang ada di Nisibin. Ia ceritakan kisah hidupnya dan tinggal bersamanya.
Ketika ajal menjemputnya, Salmanpun bertanya lagi kepada siapa lagi ia datangi
seperti sebelumnya. Ia menganjurkan untuk menemui orang yang ada di Amuriah,
Bizantium.
Pergilah
ia ke Bizantuim dan tinggal bersamanya sambil berternak lembu dan domba.
Hiangga akhirnya ajal juga mendekatinya, Salmanpun bertanya lagi kepada siapa
ia harus datangi? Ia berkata, “Hai anakku saya tidak tahu orang yang sejalan
dengan kita sehingga saya tidak,bisa mengatakan kemana kamu harus pergi. Tetapi
kamu telah dekat dengan masa dimana akan datang seorang nabi yang mengikuti
ajaran Ibrahim seacar murni. Ia akan hijrah ke tempat yang ditumbuhi kurma.
Jika kamu mau bersungguh-sungguh maka lakukanlah. Ia mempunyai ciri yang mudah
dikenali : ia tidak akan makan sedekah, tetapi bersedia menerima hadiah dan
diantara pundaknya ada tanda kenabian. Jika kamu melihatnya, kamu akan
mengenalinya.”
Akhirnya
ia pun pergi bersama rombongan yang berasal
dari jazirah arab dengan memberikan domba dan lembu sebagai imbalan atas
tumpangannya. Akan tetapi sesampainya di Wadi al-Qura mereka menipunya dan
menjualnya ke oarang Yahudi. Dia tinggal besamanya hinnga datang orang Yahudi
dari Bani Quraidah yang membelinya.
Tinggallah
ia bersamanya sampai mereka pindah ke Madinah. Ia bekerja sebagai tukang kebun.
Disela-sela ia bekerja datanglah seserang yang mengatakan kepada majikannya
bahwa telah datang seseorang yang berasal dari Mekkah yang mengaku sebagai nabi.
Mendengar berita itu, Salman langsung mengunjunginya di Quba dengan membawa
seseuatu yag ia miliki. Disana ia memberikan makanan sebagai sedekah. Akan
tetapi tak sedikitpun nabi mencicipinya. Salmanpun berguman dalam hati, “Demi
Allah. Inilah salah satu tanda. Beliau tidak makan sedekah.”
Di
hari berikutnya Salmanpun datang mengunjunginya lagi dan membawa makanan
sebagai hadiah. Dia menyaksikan beliau ikut memakan makanan yang ia bawa. Iapun
berguman, “Inilah tanda kedua. Beliau memakan Hadiah.”
Dihari
berikutnya ia menemui lagi. Dan ketika itu beliau baru pulang dari penguburan
dengan memakai dua lembar kain, yang satu ditaruh di pundak dan yang satu
dikenakan. Salman mengucapkan salam sambil membungkukkan badan. Beliaupun tahu
maksudnya dan menyingkappakan kain yang ada di pundaknya. Terlihatlah tanda
diantara pundaknya, ciri kenabian seperti yang diceritaka oleh pendeta Nasrani
dulu. Dan seketika itu, Salman langsung berjalan sengkoyongan ke arah beliau,
mencium dan menangis. Dan diceritakanlah kepada beliau kisah perjalannya.[12]
7.
Abdullah bin Salam
Ia
terkenal sebagai ahli ilmu dan kebudayaan Yahudi. Ia mengetahui isi kitab
taurat, sehingga banyak tafsir al-qur’an yang berasal dari Abdullah bin Salam
yang dipindahkan dari kitab Taurat.
8.
Zaid bin Tsabit
Zaid
bin Tsabit terkenal sabagai salah seorang peyusun mushaf dan ahli dalam ilmu
Faraid. Ia adalah seorang Anshor dari Madinah, dan sewaktu beliau berhijrah
usianya baru 11 tahun.[13]
Ia masuk islam bersama keluarganya.
Pernah
suatu ketika ada perang Badr, ia diajak oleh orang tuanya untuk ikut
berperanag, namun karena usianya yang masih terlalu muda Rasul pun melarangnya.
Begitu juga ketika Perang Uhud, ia bersama teman-temannya meminta ijin kepada
Rasulullah untuk ikut, akan tetapi Rasul belum juga membolehkannya dan
menjajikan untuk ikut pada peperangan tahun depannya.
Pembukuan
al-Qur’an ini dilatarbelakangi oleh keresahan Umar yang melihat banyak para
hafidz (penghafal al-Qur’an) mati syahid ketika memerangi kaum murtad, yaitu
ketika Perang Yamamah. Dari situ, Umarpun menghadap kholifah Abu Bakar dan
menyampaikan suapaya beliau memerintahkan kepada para qari’ dan hufadz supaya
mereka menghimpun al-Qur’an.
Berundinglah
Kholifah Abu Bakar, setelah melakukan sholat istiharah terlebih dahulu dengan
para sahabatnya, dan kemudian memanggil Zaid bin Tsabit sembari berkata : “Kamu
adalah seorang anak muda yang cerdas,
kami tidak meragukann kamu!” Maka bangkitlah Zaid untuk memulai
menghimpun al-Qur’an dengan meminta bantuan kepada para ahli yang berpengalaman
dalam bidang ini.
Pada
saat pemerintahan Usman, segolongan sahabat yang dikepalai oleh Hudzaifal Ibnu
Yaman menghadap kepada beliau dan menjelaskan keperluan yang mendesak guna
menyatukan mushaf. Ini dikarenakan karena dari hari ke hari orang islam
bertamabah sedangkan mushaf saat itu masih beragam. Dari situ dikhawatirkan
akan timbul beragam bacaan al-Qur’an, bahkan dari kalangan sahabat angkatan
pertama.
Melihat
kenyataan seperti itu, Kholifah Usman melakukan sholat istiharoh dan berunding
dengan para sahabatnya. Dan sebagaiaman dulu Abu Bakar meminta kepada Zaid bin
Tzabit, Kholfah Usmanpun meminta bantuan lagi kepadanya. Maka diambillah
beberapa mushaf yang tersimpan di rumah Hafsah putri Umar untuk dihimpn menjadi
satu oleh Zaid bin Tsabit yang dibantu oleh para sahabatnya.
9.
Mu’ad bin Jabal
Beliau
terkenal sebagai ahli ilmu fiqih (mengetahui tentang halal dan haram). Sehingga
nabipun memujinya, “Umatku yang paling tahu tentang yang halal dan haram ialah
Mu’ad bin Jabal.”[14]
Ia
menyerpai Umar bin Khatab dalam hal kecerdasan dan keberanian dalam
mengemukakan pendapat. Suatu ketika, ia diutus oleh Rasulullah ke Yaman, beliau
bertanya kepadanya : “Apa yang menjadi peganganmu dalam mengadili sesuatu?”
Mu’ad menjawab, “Saya akan merujuk kepada al-Qur’an.” Lalu Rasululla bertanya,
“Lalu bagaiman jika engkau tak menjumpainya dalam al-Qur’an?” Mu’ad menjawab,
“Saya akan merujuk kepada Sunah Nabi.” Rasulullah bertanya lagi, “ Bagaiaman
jika engkau tak menjumpai dalam sunah nabi? Mu’ad menjawab, “Saya akan
pergunakan pikiran untuk berijtihad dan tidak akan berlaku sia-sia.”
c.
Ulama
yang tergolong masyhur di masa Mamluks[15]
1. Izzudin
bin Abdussalam (wafat tahun 660 H/1261 M)
Ia adalah seorang faqih mujtahid
as-Syafi’i. Ia lahir di Syam yang kemudian pindah ke Mesir.
2. An-Nawawi
(tahun 631-676 H/ 1233-1277 M)
Ia adalah ahli hadits dan fiqih. Dan
salah satu karanangan termasyhurnya adaah Al-Manhaj dan Hadits Arba’in.
3. Ibnu
Hisyam An-Nawawi (708-761 H/ 1309-1360)
Ia ahli nahwu dan pengarang kitab Mughnil-labi
dan Qathrun-Nada.
4. Sa’dudin
at-Tadtazany (wafat di Samarkand tahun 791 H/ 1388 M)
Ia ahli nahwu, sharaf, balaghah, tauhid,
fiqih, ushul dan filsafat.
5. As-Saiyid
Al-Jurjany (740-816 H/ 1339-1413 M)
Ia ahli dalam ilmu-ilmu agama, filsafat
dan falak. Bahkan setigkat dengan Sa’duddin dalam bermacam-macam ilmu.
6. Ibnu
Khilikin (600-681 H/ 1211-1281 M)
Ia ahli dalam bidang syair dan sejarah.
Karangan dalam lmu sejarahnya adalah Wafyatul A’yan wa Anbau Abnaiz.
7. Ibnu
Khaldun (742-808 H/ 1332-1406 M)
Ia adalah serang ahli sejarah dan pencipta filsafat
ilmu masyarajat filsafat sejarah. Diantara karangan termasyhurnya adalah
Muqodimmah Ibnu Khaldun dan diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh De Slene
(Paris 1860).
Daftar
Pustaka
Yunus, Mahmud. Sejarah
Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi SAW. Khalifah-Khalifah Rasyidin, Bani Umayah
dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan Usmaniyah Turki. Cetakan kelima.
Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Khalid, Muhammad
Khalid. Para sahabat yang akrab dalam kehidupan Rasul. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Abdusshomad, Muhyidin. Etika Bergaual di Tengah Gelombang Perubahan
(Kajian Kitab Kuing). Surabaya:
Khalista. 2008.
Hariwijaya, Muhammad dan Jauza
al-Thaf. Kisah Para Sahabat Dalam Menulis
& Mewartakan Sabda Sang Nabi. 2006. Yogyakarta : Balqist.
[1]
Abdusshomad, Muhyidin. Etika Bergaual di
Tengah Gelombang Perubahan (Kajian Kitab Kuing). Surabaya: Khalista. 2008. Hal. 19
[2] Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi SAW. Khalifah-Khalifah
Rasyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan Usmaniyah Turki.
Cetakan kelima. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal 30
[3] Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi SAW. Khalifah-Khalifah
Rasyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan Usmaniyah Turki.
Cetakan kelima. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal 30
[4] Ibid hal
31
[5]Ibid hal 31
[6] Khalid,
Muhammad Khalid. Para sahabat yang akrab dalam kehidupan Rasul. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 583
[7] Ibid hal
31
[8] Ibid
hal 580
[9]
Hariwijaya, Muhammad dan Jauza al-Thaf. Kisah
Para Sahabat Dalam Menulis & Mewartakan Sabda Sang Nabi. 2006.
Yogyakarta : Balqist. Hal 20
[10] Lihat
Ibid Hal 24
[11] Khalid,
Muhammad Khalid. Para sahabat yang akrab dalam kehidupan Rasul. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 42
[12] Lihat Khalid,
Muhammad Khalid. Para sahabat yang akrab dalam kehidupan Rasul. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 42-47
[13] Ibid Hal 405
[14] Ibid hal 137
[15] Lihat
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi SAW.
Khalifah-Khalifah Rasyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan
Usmaniyah Turki. Cetakan kelima. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal 169
Tidak ada komentar:
Posting Komentar