• images-no-1.jpg
  • images-no-2.jpg
  • images-no-3.jpg
  • images-no-4.jpg
  • images-no-5.jpg

Pages

6 Oktober 2013

Konsep Filosofis Hakikat Pendidkan Islam

0 komentar

KONSEP FILOSOFIS HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang diampu oleh Bapak Faisal Kamal, M.Pd.I








Disusun oleh:
1.      Nanik Sulistyaningsih
2.      Ayu Maslahah
3.      Ahmad Luthfi Ali
4.      Thohirin


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Menurut keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat dimuai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar umat manusia dimuka bumi ini. Dalam keluarga Adam itulah telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuan untuk mempertahankan hidupnya. Maka dari itu sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakatnya.
Dasar minimal dari usaha mempertahankan hidup manusia terletak pada orientasi manusia kearah tiga hubungan yaitu :
1.      Hubungan manusia dengan Tuhannya
2.      Hubungan manusia dengan manusia
3.      Hubungan manusia dengan alam sekitar
Dari prinsp hubunga inilah, kemudian manusia mengembangkan proses pertumbuhan kebudayaannya. Proses inilah yang mendorong manusia kearah kemajuan hidup sejalan dengan tuntutan yang semakin meningkat.    

  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian pendidikan Islam ?
2.      Bagaimana teorisasi pendidikan Islam ?
3.      Apa tujuan pendidikan Islam ?


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang harus terus menerus untuk mewujudkan manusia yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan anggun sikap moralnya adalah harapan kita bersama. Bahkan dalam bait lagu kebangsaan kita yang di karang WR.Supratman berbunyi “ bangunlah jiwanya - bangunlah badannya “. Ini menjadi spirit bagi pendidik untum membangun manusia yang sehat lahir dan batin.[1]
Bilamana pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab.
Banyak orang yang menyamakan istilah pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam. Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumberdaya insani yang ada padanya, menuju terbentuknya manusia seutuhnya(insane kamil). Sedangkan pendidikan ke-Islam-an atau pendidikan Agama Islam yakni upaya pendidikan agama islam atau ajaran Islamdan nilai-nilai, agar menjadi jiwa, motifasi bahkan dapat dikatakan way of life seseorang. [2]
Pengertian Pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu system kependidikan yang mencangkup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karenannya islam mendominasi selurh aspek kehidupan manusia Muslim baik duniawi maupum ukhrawi.[3] 
Mengingatnya luasnya jangkauan yang harus digarap oleh Pendidikan Islam, maka Pendidikan Islam tidak menganut sistem tertutup melainkan terbuka terhadap tuntutan kesejahteraan umat manusia, baik tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi  maupun tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup rohani. Kebutuhan itu semakin meluas sejalan dengan meluasnya tuntutan hidup manusia itu sendiri.
  1. Teorisasi Pendidikan Islam 
 Dalam  masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksitensis dalam perkembangan masyarakat tersebut, karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan mengalihkan serta mentraspormasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya sebagai generasi penerus. Dalam hal ini tumbuhlah alat pembudayaan masyarakat manusia itu sendiri untuk mengarahkan perkembangan  dan pertumbuhan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat. Semua ini tergantung pada  para pendidik yang memegang alat pembudayaan, dengan kata lain para pendidik memegang posisi kunci yang banyak menentukan keberhasilan proses pendidikan, sehingga mereka di tuntut persyaratan tertentu, baik teoritas maupun praktis dalam pelaksanaan tugasnya. Sedangkan faktor yang bersifat internal seperti bakat dan faktor eksternal seperti lingkungan dalam segala dimensinya menjadi sasaran pokok dari proses ikhtiariyah para pendidik. Pentingnya mempelajari teoritis dalam ilmu pendidikan islam adalah:
a)      Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia harus melalui proses panjang, dengan resulat atau hasil yang tidak dapat di ketahui dengan segera, berbeda dengan membentuk benda mati yang dapat dilakukan sesuai dengan keinginan pembuatnya. Tapi semua itu harus diperlukan suatu perhitungan yang matang dan hati-hati berdasarkan pandangan dan pikiran-pikiran atau teori yang tepat, sehingga kegagalan atau kesalahan-kesalahan  langkah pembentukan terhadap anak didik dapat dihindarkan.[4]
b)      Pendidikan Islam pada khususnya yang bersumberkan nilai-nilai agama islam disamping menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut, juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan yang mengembakan hidup anak didik ke arah kedewasaan atau kematengan yang menguntungkan dirinya. Oleh karna itu usaha ikhtiariah tersebut tidak dapat di lakukan secara coba-coba atas dasar keinginan atau kemauan pendidik tanpa dilandasi dengan teori-teori kependidikan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah paedagogis.
c)      Islam sbagai agama wahyu yang diturunkan oleh Allah dengan tujuan mensejahterakan dan membahagiakan hidup baik dunia maupun akhirat, hal ini baru bisa dinamakan fungsional dan aktual bilamana dikembangkan melalui proses kependidikan yang sistematis. Oleh karna itu pendidikan Islam yang disusun secara sistematis merupakan kompas bagi proses tersebut.[5] 
  1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insane kamil dengan pola takwa, Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkatkan dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan akhirat nanti. Tujuan terlalu ideal sehingga sukar dicapai. Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secara berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu bukanlah sesuatu yang mustahil.[6]
Ada beberapa tujuan pendidikan yang perlu kita ketahui yaitu:
1.      Tujuan Umum
      Tujuan umum ialah tujuan yang akan di capai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran ataun dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, sitasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama.
      Cara atau alat yang efektif dan efisien untuk mencapi tujuan pendidikan ialah pengajaran. Karena itu pengajaran sring di identikkan dengan pendidikan, meskipun kalau istilah ini sebenarnya tidak sama.

2.      Tujuan Akhir
Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada  waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk insane kamil dengan pola taqwa dengan mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruinya. Karena itulah pendidikan Islam mengembangkan, memelihara dan memepertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah taqwa dalam bentuk insane kamil masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkembang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal.
Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami ketika mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari taqwa sebagai ahir dari proses hidup jelas berisikan kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insane kamil yang arti dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan islam.[7]
3.      Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan. Pada tujuan sementara bentuk insane kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada ,tingkat paling rendah mungkin merupakan suatu lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkatan pendidikannya lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat permulaan,bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan insane kamil itu. Di sinilah barangkali yang perbedaan yang mendasar bentuk tujuan pendidikan Islam dibanding pendidikan yang lainnya.[8]     
   

BAB III
PENUTUP
·         Kesimpulan
1.      Pendidikan adalah usaha sadar yang harus terus menerus untuk mewujudkan manusia yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan anggun sikap moralnya.
2.      Para pendidik memegang posisi kunci yang banyak menentukan keberhasilan proses pendidikan, sehingga mereka di tuntut persyaratan tertentu, baik teoritas maupun praktis dalam pelaksanaan tugasnya. Sedangkan faktor yang bersifat internal seperti bakat dan faktor eksternal seperti lingkungan dalam segala dimensinya menjadi sasaran pokok dari proses ikhtiariyah para pendidik.
3.      Beberapa tujuan pendidikan yang perlu kita ketahui yaitu:
a)      Tujuan umum ialah tujuan yang akan di capai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran ataun dengan cara lain.
b)      Tujuan akhir. Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada  waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula.
c)      Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan.
·         Daftar Pustaka
Uhbiyati, Nur, Dra., Hj., Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1999.
Fathudin, Syukri, Din Al Islam, UNY Pres, Yogyakarta, 2008




[1] Syukri Fathuddin, Din Al-Islam (Jogjakarta : UNY Press, 2008), hal. 128.
[2] Ibid 130
[3] Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Setia, 1999), hal. 13.
[4]  Ibid hal 14-15.
[5]  Ibid hal.16
[6] Ibid hal.41
[7] Ibid hal.42
[8] Ibid hal.43

1 Oktober 2013

Pendidikan Terhadap Seorang Anak

0 komentar

HADITS MENDIDK ANAK
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas Mata Kuliah
Hadits Tarbawi  yang di ampu oleh Bpk Jawwada Mumtaz Al-Mubarok

                                                                                     



Disusun Oleh :
1.      Dwi Prihartini
2.      Ida Fatna Rani
3.      Mad Solihin
4.      Miftahur Rofik
5.      Ulfa Huraifah


UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO

Latar Belakang
Anak merupakan anugerah dan amanah dari Allah kepada manusia yang menjadi orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat bertanggung jawab penuh agar seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berguna bagi dirinya sendiri,  keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Namun untuk menjadi insan yang berguna, seorang anak memerlukan bimbingan dari ke dua orang tuanya dengan segala aspek pendidikannya. Dan dalam makalah ini kami mencoba untuk sedikit menguraikan tentang peran penting orang tua dalam mendidik seorang anak agar nantinya bisa benar-benar menjadi manusia yang bermanfaat untuk dirinya ataupun orang lain.

Rumusan Masalah
1.      Mengapa orang tua perlu memberikan pendidikan terhadap anak ?
2.      Upaya apa saja yang dilakukan dalam mendidik anak?
3.      Apa pahala dari mendidik seorang anak ?
4.      Bagaimana Tanggung jawab orangtua dalam mendidik anak?



HADITS MENDIDK ANAK
1.      Perlunya Orang Tua Memberikan Pendidikan Terhadap Anak




Artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda : Tidaklah setiap anak terlahir kecuali dalam keadaan suci. Orang tuanya lah yang menjadian dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhori)[1]
Hadist diatas senada dengan pendapat John Lock, salah seorang ilmuan yang mencetuskan teori empirisme menyebutkan bahwa seorang anak terlahir dengan keadaan seperti kertas putih. Dan orang tualah sebagai manusia terdekat sekaligus pembentuk kesan pertama dalam diri seorang anak yang akan menuliskan tinta di atasnya. Apakah akan dtulis dengan tinta hitam, putih, atau bahkan merah, semua tergantung keduanya.
Dalam dunia pendidikan, orang tua menjadi pihak terdekat yang membentuk kepribadian anak. Misalnya, jika anak dibiasakan makan dengan tangan kanan dan berdoa sebelum makan, mengerjakan tugas rumah, dan saling menghargai, semua ini akan mengkristal dalam diriya dan menjadi kata hati untuk selamanya. Penjelasan inilah yang di ibaratkan oleh John Lock.
Orang tua memiliki tanggung jawab yang  besar untuk mewujudkan kecerahan masa depan anak, mereka di tuntut membimbing anak-anaknya dalam kehidupannya di dunia. Dalam hal ini, orang tua menempati posisi sebagai tempat rujukan bagi anak, baik soal moral maupun untuk memperoleh informasi. Sebagai rujukan moral, orang tua harus memberikan teladan yang baik.
Sebagaiamana anjuran Rasuullah dalam hadits berikut :

Artinya :“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka”.
Oleh karena itu, bapak atau ibu dituntut untuk bertingkah laku yang baik dalam kebiasaannya sehari-hari, harus mencerminkan sebagai orang yang taat baeragama. Dengan demikian, orang tua dapat menempatkan dirinya sebagai panutan dan pemberi teladan bagi anak-anaknya. Posisi seperti ini dulu juga pernah di perankan oleh Rosululloh SAW dalam memimpin keluarga dan umatnya yang ternyata dapat membuahkan hasil yang memuaskan.
Untuk tercapainya pembinaan dalam keluarga, bermula dari kualitas islam orang tua dalam arti yang hakiki (taat dan aktif), bukan sekedar menjadi pemeluk islam yang pasif. Karena orang tua adalah sebagai pusat kehidupan rohani si anak. Dalam hal seorang anak menghadapi problema hidup, maka orang tua baertindak sebagai penasehat dengan memberikan pandangannya. Untuk itu, orang tua harus melibatkan ajaran-ajaran agama yang harus di hayati dan di amalkan dalam kehidupan anak.
Mengenai prioritas utama untuk membina kehidupan beragama islam pada anak adalah pengajaran dan praktek mengerjakan shalat, Rasulullah menjeaskan sebagai berikut:
“Perintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan Shalat,jika anak-anak itu telah berumur tujuh tahun dan pukullah jika umurnya telah mencapai sepuluh tahun (belum/tidak mau mengerjakan Shalat) dan pisahkanlah tempat tidur diantara anak-anakmu itu”. (al-Hadist, Sunan Abi Dawud, Juz 1 hlm. 133)
Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya terhadap anak orang tua memiliki “fungsi edukasi” yang didasarkan atas prisip-prinsip mengajak ke arah yang baik dan di ridhoi oleh Allah. Melarang atau mencegahnya untuk mengerjakan yang munkar, buruk atau jahat dengan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah dan memerintahkan kepada anak-anak untuk mentatati Allah dan mentaati utusan-Nya.
2). Upaya dalam mendidik seorang anak ?
Sebagaimana telah di singgung sebelumnya bahwa seorang anak itu layaknya kertas putih yang selanjutnya tergantung peran orang tua dalam mendidiknya. Oleh karena itu peran orang tua sangatlah menentukan perkembangan seorang anak sebagai pondasi dalam pencarian jati dirinya.
Hal ini dikarenakan seorang anak masih cenderung meniru kebiasaan orang tua atau lingkungan sekitar. Anak kecil akan selalu meniru kebiasaan orang dewasa, khususnya kedua orang tua atau gurunya dalam hal yang baik ataupun buruk[2]. Apabila seorang bapak yang melakukan shalat, maka sang anak akan mengikutinya. Jika seorang bapak mengisap rokok, maka anaknya pun akan berusaha mengikutinya. Maka ada beberapa hal yang perlu kita lakukan, sebagai berikut:
a.       Bercerita tentang kisah para sahabat nabi, orang-orang shalih, para ulama ataupun tokoh panutsn agar si anak meneladani jejak hidup mereka.
b.      Mengikutsertakan anak dalam kebiasaan yang baik, seperti pergi ke masjid.
c.       Tidak mmbiarkan anak meonton serial televisi, sebagai contoh film superman. Agar si anak tidak mengalami tekanan akibat tidak bisa meniru tokoh tersebut.
d.      Berikan kaset-kaset atau film islami yang menceritakan kisah-kisah para pemimpin dan pejuang kaum muslimin.

Sekolah adalah sebagai pembantu bagi pendidikan anak, yang dalam banyak hal melebihi pendidikan dalam keluarga, terutama dari segi cakupan ilmu pengetahuan yang di ajarkannya. Karena dalam pendidikan keluarga dan sekolah mempunyai tujuan yang sama maka hubungan antara keduanya harus selaras dan serasi.  Masa pendidikan di sekolah merupakan kesempatan dalam membina prribadi anak
3). Pahala Mendidik Anak?
“Apabila anak adam meninggal, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak yang shalih dan mendoakan.” (Hadist Riwayat Muslim)
Kandungan pokok dari hadist ini adalah tiga amal yang bermanfaat bagi manusia setelah ia meninggal dunia, yang merupakan buah dari amal perbuatan seorang muslim dalam mendidik anak, yang mungkin tidak akan kita dapatkan dari amal-amal perbuatan lain. Seorang anak yang sudah dididik secara islami akan mengetahui bahwa berbuat baik kepada orang tua merupakan ketaatan kepada Allah SWT. itulah pelajaran pertama yang dia dapatkan lalu dia amalkan hingga dewasa. Diantara berbuat baik kepada orang tua adalah dengan mendoakannya setelah keduanya meninggal dunia. Inilah bentuk pertama dari shadaqah jariyah.
Setelah itu, mengajarkan kepada anak tentang shalat, berpuasa serta berakhlak mulia serta perbuatan-perbuatan terpuji lainnya. Inilah yang di maksud dengan ilmu yang bermanfaat dan ia merupakan bentuk kedua dari shadaqah jariyah.
Yang lebih menarik lagi, bentuk shadaqah jariyah yang ketiga, yaitu mengajarkan shalat kepada anak, maka akn mendapatkan pahala dari shalatnya sebagaimana dia mendapatkan pahala. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Muslim,




“Barang siapa mengajak kepada suatu petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka, dan barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.”
 Seorang anak yang belajar merokok dari ayahnya, maka ayahnya akan mendapatkan dosa dan keburukan sebagaimana dosa yang didapatkan oleh anaknya. Seperti juga jika seorang pedagang yang pandai berdagang lalu mengajari anaknya cara berdagang, maka akan mendapatkan keunrugan.
Dalam sebuah hadist lain juga disebutkan,
“Sesungguhnya Allah SWT akan menanyakan kepada setiap pemimpIn mengenai hal yang dipimpinnya, apakah dia menjaganya atau menyia-nyiakannya? Bahkan seorang laki-laki akan ditanyakan perihal keluarganya.”
Imam Ibnu al-Qayyim menegaskan tentang pertanggung jawaban ini dengan perkataannya:
“Sesungguhnya Allah SWT akan menanyakan kepada seorang ayah perihal anaknya pada hari Kiamat sebelum anak ditanyakan perihal anaknya, karena seorang ayah mempunyai hak dari ayahnya. Barangsiapa yang lalai dan engga mengajarkan anaknya tentang hal yang bermanfaat, maka ia telah melakukan perbuatan yang paling buruk. Sebab, sebagian besar kerusakan yang ada pada anak disebabkan oleh orangtuanya. Sering kali mereka lalai untuk mengajarkan kepada anaknya tentang kewajiban-kewajiban agama, sehngga menjadikan masa kecil anak-anaknya tidak bermanfaat. Setelah dewasa pun mereka tidak bermanfaat bagi orangtuanya, sehingga sering kita lihat seorang bapak mencaci anaknya karena durhaka, kemudian si anak membantahya”.
4) Tanggung Jawab Orang Tua Mendidik Anak
Tanggung jawab mendidik anak sudah mulai ketika seseorang memiliki Istri. Seorang muslim harus memilih serang istri yang shalihah, mengingat bahwa ia memilih ibu untuk mendidik anak-anaknya. Al-Qur’an memerintahkan :



 Artinya : Dan jaganlah kamu nikahi wanita-wanita musyik sebelum mereka beriman. ( QS. Al-Baqarah, 2:221)
Nabi saw bersabda :
“Anugrah yang paling berharga di dunia ini adalah wanita shalihah”  (Muslim, Ahmad dan Nasa’i)
            Allah memuliakan wanita dan memilih mereka sebagai perantara untuk melahirkan manusia. Melalui pernikahan, Islam melindungi hak-hak manusia, wanita dan anak-anak, sementara suami memenuhi kebutuhan lahir, emosi, dan intelektual bagi seluruh anggota keluarga. Setelah nikah, pasangan muslim diperintahkan untuk mengasuh keluarga mereka dengan kebajikan dan membawa mereka ke tempat seperti yang mereka harapkan.[3]
            Jadi, orang muslim dianjurkan agar mengingat Allah pada waktu melakukan hubungan seksual agar memperoleh perlindungan bagi anak mereka, bahkan sebelum sampai pada kehamilan. Hal ini menggambarkan bagaimana istri dan ketrunan dimohonkan agar memperoleh kenikmatan lahir dan pemenuhan kebutuhan spiritual.
            Ketika lahir anak hendaknya diberi nama yang baik. Sebagai contoh: Ibnu Umar meriwayatkan bahwa ayah, Umar, memberi nama saudara perempuan yang bernama Ashiyah (yang berarti “tidak tunduk : durhaka”). Maka Nabi menggantinya dengan memberi nama Jamilah (yang berarti “cantik”).
            Kelahiran anak membawa beberapa tanggung jawab baru bagi kedua orang tua dan anak-anak yang lebih tua. Berkat karunia Allah, Nabi Mhammad Saw. Telah memperlihatkan hal ini secara rinci. Bahkan, sangat penting untuk menganalisis beberapa hal yang lebih penting tugas-tugas ini dalam kerangka bagaimana mendidik anak sesuai Al-Qur’an dan sunnah.[4]



KESIMPULAN
1.      Dalam dunia pendidikan, orang tua menjadi pihak terdekat yang membentuk kepribadian anak. Misalnya, jika anak dibiasakan makan dengan tangan kanan dan berdoa sebelum makan, mengerjakan tugas rumah, dan saling menghargai, semua ini akan mengkristal dalam diriya dan menjadi kata hati untuk selamanya. Penjelasan inilah yang di ibaratkan oleh John Lock.
2.      Sekolah adalah sebagai pembantu bagi pendidikan anak, yang dalam banyak hal melebihi pendidikan dalam keluarga, terutama dari segi cakupan ilmu pengetahuan yang di ajarkannya. Karena dalam pendidikan keluarga dan sekolah mempunyai tujuan yang sama maka hubungan antara keduanya harus selaras dan serasi.  Masa pendidikan di sekolah merupakan kesempatan dalam membina prribadi anak
3.      tiga amal yang bermanfaat bagi manusia setelah ia meninggal dunia, yang merupakan buah dari amal perbuatan seorang muslim dalam mendidik anak, . Diantara berbuat baik kepada orang tua adalah dengan mendoakannya setelah keduanya meninggal dunia. Inilah bentuk pertama dari shadaqah jariyah. bentuk shadaqah jariyah yang ketiga, yaitu mengajarkan shalat kepada anak, maka akn mendapatkan pahala dari shalatnya sebagaimana dia mendapatkan pahala.
4.      Kelahiran anak membawa beberapa tanggung jawab baru bagi kedua orang tua dan anak-anak yang lebih tua. Berkat karunia Allah, Nabi Mhammad Saw. Telah memperlihatkan hal ini secara rinci. Bahkan, sangat penting untuk menganalisis beberapa hal yang lebih penting tugas-tugas ini dalam kerangka bagaimana mendidik anak sesuai Al-Qur’an dan sunnah.
Setelah itu, mengajarkan kepada anak tentang shalat, berpuasa serta berakhlak mulia serta perbuatan-perbuatan terpuji lainnya. Inilah yang di maksud dengan ilmu yang bermanfaat dan ia merupakan bentuk kedua dari shadaqah jariyah.


                                                                          
DAFTAR PUSTAKA
Yahya, M. 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidk Siswa ala Nabi. Yogyakarta : PT. LkiS Printing Cemerlang, 2011
Mursi, Syaikh Muhammad Sa`id, Seni Mendidik Anak, Jakarta Timur : 2006 Cet Ketiga.
Barmawi, Bakir Yusuf, PEMBINAAN KEHIDUPAN BERAGAMA ISLAM PADA ANAK, Semarang : CV. Toha Putra 1993
Rahbar, Faramaz bin Muhammad, Selamatkan Putra-Putrimu dari Lingkungan Tidak Islami, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2001




[1] Yahya, M. 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidk Siswa ala Nabi. Yogyakarta : PT. LkiS Printing Cemerlang, 2011 Hal 1

[2] Mursi, Syaikh Muhammad Sa`id, Seni Mendidik Anak, Jakarta Timur : 2006 Cet ketiga. Hal 11
[3] Rahbar, Faramaz bin Muhammad, Selamatkan Putra-Putrimu dari Lingkungan Tidak Islami, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2001. Hal 21-22

[4] Ibid hal 22-26