Oleh Siti Roimah
Sarekat Islam pada awalnya adalah
perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam.
Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo.
Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk
pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam
(SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum
Perang Dunia II.
Pendiri
Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean
(Solo) yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik
lainnya adalah orang-orang Cina dan Arab.
Tujuan utama
SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam
Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong
pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di
samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan
pedagang-pedagang Islam.
Pemerintah
Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI
dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu
memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak
menolak kehadiran Sarekat Islam. Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.
Pada kongres
Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih
sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan
mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam
harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu.
Politik
Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi
pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia
akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van
Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak simpatik
terhadap Sarekat Islam.
Namun
sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul
aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia
menduduki jabatan ketu pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap
memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah
sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam
Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS
Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih)
mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada Kongres
Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin
meluas. Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat
bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah, tetapi antara
kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan buruh dan tani
disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun
1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Sekerja karena hal
ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial.
Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central
Sarekat Islam (CSI) maupun cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima
tahun 1921, Semaun melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat
Islam yang menimbulkan perpecahan.
Rupanya
benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan
kembali. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan
tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI)
yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di
dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut
mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya
aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono,
dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam,
maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan
kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah
yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada Kongres
Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat
Islam digantikan menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam
yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat
yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada periode
antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan
evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan
pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis
perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah
kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927
menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional
berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan
nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun
1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah dengan “Indonesia” untuk menunjukan
perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya menjadi Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII). Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman
dari negeri Belanda. Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara
Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka
lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai Islam
Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII pecah menjadi
PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman.
Sarekat Islam (disingkat SI, sebelumnya disingkat SDI:
Sarekat Dagang Islam) merupakan organisasi politik pertama di Indonesia pada
awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Selanjutnya keadaan politik
dan sosial mendukung SI menjadi organisasi yang tampil di perpolitikan, maka
SDI berubah nama menjadi SI atau Sarekat Islam.
Sejarah awal
Sarekat
Dagang Islam
Organisasi Sarekat Dagang Islam
(SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi
ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan
awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik)
agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada
saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju
usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk
Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan
sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa disebut
sebagai Inlanders.
SDI merupakan organisasi ekonomi
yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar
penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat
hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M.
Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada
tahun 1910, Tirtoadisuryo
mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg.
Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto
masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian
memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian
dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI).
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya
yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam
(SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang
ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari
anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan
jiwa dagang.
2. Membantu
anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan
pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki
pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5. Hidup
menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya
hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun
persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan
mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan
masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur
JendralIdenburg menolak.
Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya
tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh
perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah
anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu,
akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah
pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai
politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917, yaitu HOS
Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi
anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan
mewakili Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh
terdepan dalam Centraal Sarekat Islam. Tapi Tjokroaminoto tidak bertahan lama
di lembaga yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda itu dan ia keluar dari
Volksraad (semacam Dewan Rakyat), karena volksraad dipandangnya sebagai
"Boneka Belanda" yang hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia
ini dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi. HOS Tjokroaminoto ketika itu
telah menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia) diberi hak untuk mengatur
urusan dirinya sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda.
Sarekat
Islam
Potret
bersama rapat Sarekat Islam diKaliwungu. Hadir para anggota dari Kaliwungu, Peterongan, dan Mlaten, serta anggota Asosiasi Staf
Kereta Api dan Trem (VSTP) Semarang.
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya
yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam
(SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang
ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari
anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan
jiwa dagang.
2. Membantu
anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan
pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki
pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5. Hidup
menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya
hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun
persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan
mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan
masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur
Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan
pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur
politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur
politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga
menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu,
akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah
pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai
politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917.
Kongres-kongres
awal
Kongres pertama diadakan pada
bulan Januari 1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan
merupakan organisasi politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan
antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi
serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.
Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober 1917.
Kongres ketiga diadakan pada
tanggal 29
September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam
kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak melakukan reformasi
sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar parlemen.
Masuknya pengaruh komunisme
SI yang mengalami perkembangan
pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini
disebarkan oleh H.J.F.M
Sneevliet yang mendirikan
organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914.
Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham
yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor
dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil. Sehingga
mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di
dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan
tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun
dengan cara yang berbeda.
Dengan usaha yang baik, mereka
berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka,
dan Alimin Prawirodirdjo.
Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh
HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI merah
berlandaskan asas sosialisme-komunisme.
Adapun faktor-faktor yang
mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
1. Centraal
Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang
lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin
cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal
ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.
2. Peraturan
partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada
mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi
non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan
anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917
di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari
Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya
harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas
pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.
4. Akibat
kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem
liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang
melanda pada tahun 1917 di Semarang.
SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo)
berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta.
Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri berpusat di kota Semarang.
Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu
tersebut.
Jurang antara SI Merah dan SI
Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang
menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di
Yogyakarta, H.
Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan
bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja
sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu Agus
Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas
kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda:
kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran
agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI
haluan kanan (SI Putih).
Penegakan
disiplin partai
Pecahnya SI terjadi setelah
Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan
desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921
tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota SI
harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari
unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI. Namun
usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai diterima dengan mayoritas
suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena
disiplin partai tidak memperbolehkannya.
Keputusan mengenai disiplin
partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923 di Madiun.
Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader SI
dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk menggerakkan
SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti nama
menjadi "Sarekat Rakyat".
Partai
Sarekat Islam Indonesia
Pada kongres PSI tahun 1929
menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemedekaan nasional. Karena
tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan Indonesia sehingga
menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII
menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Akibat keragaman cara pandang di
antara anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin Sukiman , PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII
sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam perjuangannya. Pada Pemilu 1955
PSII menjadi peserta dan mendapatkan 8 (delapan) kursi parlemen. Kemudian pada
Pemilu 1971 di zaman Orde Baru, PSII di bawah kepemimpinan H. Anwar
Tjokroaminoto kembali menjadi peserta bersama sembilan partai politik lainnya
dan berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI sejumlah 12 (dua belas orang).
Sumber :
http://vivaciousky.blogspot.com/
Semoga info ini bermanfaat juga, memang banyak orang yang ingin sukses udaha dagang nya tanpa dibarengi dengan kualitas produk & pelayanan yang dijualnya. Bagaimana bisa? Karena yang namanya cara dagang memang perlu adanya peningkatan kualitas barang dagangannya. Tak perlu melakukan hal yang repot seperti belajar bisnis atau kursus online. Umumnya orang dagang sudah punya banyak pengalaman sebagai usaha nyata (lahir) nya, tapi terkadang masih kurang mengerti ilmu pelarisan seperti dalam usaha batin nya. Maka dari itu silakan coba mengimbangi dengan sarana batin, seperti menggunakan sarana pelarisan. Banyak orang yang bilang sebaiknya memang usaha nyata (lahiriah) dengan usaha batiniahnya harus seimbang. Berbicara masalah pelarisan dagang, ada yang pernah menyarankan menggunakan sebuah JIMAT yang katanya AMPUH. Informasi selengkapnya
BalasHapussaya peroleh dari DISINI>> JIMAT PELARISAN
Semoga bermanfaat.
kursus online