Oleh Sofi Lutfiana
PENDAHULUAN
Turunnya Islam memeng sangat berperan penting
bagi bangsa Arab pada saat itu. Islam
mengangkat bangsa Arab ke tinggkat peradaban yang lebih tinggi dan
memperkenalkan elemen-elemen pedidikan yang sebelumnya sangat memprihatinkan.
Dalam makalah ini akan dituis sedikit tenteng
tradisi pendidikan pada masa pra-Islam hingga Islam diturunkan
ditengah-tengah masyarakat Arab.
RUMUSAN MASALAH
1.
Benarkah
ada pendidikan pada masa pra-Islam?
2.
Bagaimana
peranan Islam pada masyarakat Arab pada waktu itu?
3.
Seperti
apa setatus social guru dan benarkah guru pada waktu itu tidak digaji?
4.
Adakah
kriteria usia agar biasa mengikuti pendidikan dasar pada waktu itu?
5.
Bagaimana
metode pengajaran dikuttab?
PEMBAHASAN MASALAH
1.
Pendidikan pada masa pra-Islam
Masyarakat Arab pra-Islam sudah mengenal
lembaga pendidikan yang disebut kuttab
atau kadang disebut maktab,yang
mengajarkan pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis.
Menurut M.Hamidullah kuttab sudah berkembang dengan baik
sejak masa pra-Islam (jahiliyyah).
Meskipun diakui bahwa catatan-catatan mengenai keadaan pendidikan pada massa
tersebut tidak banyak ditemukan, namun Hamidullah dapat mendapatkan beberapa
bukti yang dapat memberikan gambaran situasi penddikan pada kala itu. Salah
satu contoh bukti Hamidullah, dengan merujuk pada kitab ‘Uyun al Akbbar karya Ibn Qutaibah, Hamidullah menguraikan bahwa
Zilmah, salah seorang perempuan anggota suku Hudhail, pada waktu kecil memasuki
sekolah dan biasa bermain-main dengan tinta yang biasa dipakai untuk menulis.
Selain itu, Ghailan ibn Salmah dari suku Thaif juga terkenal sering mengadakan
pertemuan mingguan dimana para penyair membacakan syair-ayairnya dan
mendiskusian serta mengkritisi karya-karya mereka.
Penjelasan Hamidullah tersebut belum
menunjukan apakah kegiatan pendidikan tersebut bersifat massal atau hanya
diikiti oleh orang-orang tertentu. Dalam hal ini Ahmad Shalbi, dangan merujuk
pada karya Al-Baladuri, futub al-Bldan
menjelaskan bahwa Sufyan Bin Umayyah dan Abu Qais bin ‘abd Manaf adalah orang
asli Arab partama yang belajar membaca dan menulis.Guru mereka adalah seorang
nasrani bernama Bishr ‘Adb al-Malik yang pernah belajar ilmi ini di Hira. Dan
orang Arab pertama yang menjadi guru adalah Wadi al-Qura yang hidup disana dan
mulai mengajarkan membaca dan menulis kepada penduduk Arab, sehingga pada saat
datangnya Islam hanya ada 17 orang Quraisy yang mengenal baca tulis.
Dengan merujuk pada data yang ditulis
oleh Shalaby ini dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan hanya dilakukan oleh sekelompok orang dan
khususnya di Makkah. Dan hal yang demikian dapat dimaklumi menginggat pada saat
itu sebagian penduduk di Jazirah Arab adalah penduduk yang memiliki kebiasaan
hidup berpindah-pindah (nomaden).Tentu
perhatian yang meraka berikan lebih besar
pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer berupa makanan sementara
kegiatan pendidikan menjadi kebutuhan sekunderatau bahkan meraka anggap tidak
penting sama sekali. Karena ketrampilan membaca dan menulis belummenjadi hal
yang umum dimiliki masyarakat, maka yang berkembang adalah tradisi lisan.Dalam
kondisi seperti itu, yang menjadi “guru” adalah mereka yang paling banyak
hafalannya[1].
2. Peranan Islam
Dengan datangnya masa Islam kegiatan
pendidikan yang sudah ada sebelumnya dapat berkembang dengan lebih baik. Karena
itu Ignaz Goldziher mengatakan “Tidak
salah untuk dikatakan bahw Islam mengangkat Bangsa Arab ke tingkat peradaban
yang lebih tinggi, dab pada saat yang sama memperkenalkan elemen-elemen
pendidikan yang sebelumnya sangat memprihatinkan”. Perkembangan pendidikan pada
massa ini tidak terlepas dari besarnya perhatian Al-Qur’an pada pendidikan dan
juga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Nabi sendiri dan anjuran-anjuran
yang beliau sampaikan kepada umatnya berkaitan pada dengan urusan pendidikan[2].
Perkembangan lembaga pendidikan kuttab secara luas berlangsung pada awal
abad ke-2 hijriyah, yakni sejak massa Muawiyah. Menurut Hisham Nashabi,
perkembangan kuttab ini tidak bias
dilepaskan dari adanya kebutuhan ketrmpilan menulis sejalan dengan menganut kurikulm
campuran, dengan Al-Qur’an sebagai inti, tetapi tidak memadukannya dengan
ketrampilan kaligrafi, sehingga tulisan tangan anak-anak muslim dari Timur
tidak begitu baik.
3.
Status sosial dan gaji guru
Ada perbedaan istilah yang digunakan
untuk menyebut guru pada pendidikan
dasar. Guru pada sebuah kuttab disebut mu’allim dan guru yang
mengajar anak-anak raja disebut muaddib.
Perbedaan ini ternyata juga memiliki implikasi pada perbedaan status sosial
mereka.Guru-guru kuttab pada mumnya
mendapatkan status sosial yang rendah dalam masyarakat. Merujuk pada catatan
Jahiz, misalnya Goldziher mengatakan bahwa A,akmun menoak untuk mengakui
kesaksian guru di pengadilan.
Sedangkan menuru Quraishi pekerjaan
sebagai seorang guru di kuttab
dianggap rendah juga karenapekerjaan trsebut tida memerlukan usaha fisik yang
umumnya dilakukan kaum laki-laki, disamping itu pekerjaan ini menuntut seseoran
untuk tinggal dirumah,sesuatu yabg tidak layak dilakukan laki-laki, guru-guru
itu dianggap rendah karena mengurusi anak-anak kecil, tinggal diruangan kelas
dan tidak berhubunga degan kekerasan. Guru itu juga sering menjadi orang yang
membosankan, yang mengajarkan Al-Qur’an hanya dengan hafalan dan meneror
anak-anak dengan tongkat.[3]
Sedangkan mengenai gaji guru, persoalan
apakah guru yang mengajar ilmu-ilmu agama atau ilmu mumum boleh mendapatkan
bayaran menjadi perdebatan dikalangan umat islam pada massa awal. Kaum ortodoks
dan mereka yang taat beragama pada umumnya berpandangan bahwa mengajarkan
pendidikan agama seharusnya tidak menuntut bayaran.Tujuan dari mengajar agama
adalah untuk mencari ridha Allah.
Pada prakteknya guru-guru tersebut teteap
mendapatkan bayaran khususnya yang mengajarkan membaca, menulis dan ilmu
hitung. Namum mereka yang mengajarkan Al-Qur’an pada umumnya menolak ketika
diberi upah, karena mereka tidak akan mengambil bayaran dari pengajaran kitab Allah.
Pada massa Umar guru-guru tersebut
dibayar 15 dirham. Seorang guru itu bebas menerima bayaran dari pemerntah,
masyarakat atau perorangan, tetapi mereka harus puas berapapun bayarannya
tergantung pada yang mau memberi.
4.
Kriteria usia untuk memasuki pendidikan kuttab
Beberapa sumber abad pertengahan
memberikan informasi yang berbeda tentang usia anak memasuki pendidikan kuttab. Barang kali ini dapat juga
dianggap sebagai pertanda tidak adanya ketentuan yang baku mengenai kapan anak
dapat memasuki apendidikan kuttab.
Ilmuwan Al-Andalus (Spanyol) Ibn Hazm, menganggap bahwa usia 5 tahun adalah
ideal untuk memulai pendidikan kuttab.
Ibn Al-Jawzi memberitakan bahwa ia memulai pendidikan kuttab nya pada usia 6 tahun, tetapi banya diantara teman
sekelasnya yang lebih tua dari dia sendiri. Seorang ulama bernama Ibn Al-Adin baru masuk kuttab pada usia 7 tahun. Yang lin
bahkan menunggu sampai berusia 10 tahun, hal ini menunjukan tidak adanya
keseragaman mengenai kapan seorang anak harus memulai pendidikan kuttab-nya.
5.
Matode pengajaran di kuttab
Metode yang digunakan guru dalam
pengajaran di kuttab masih sederhana.
Metode pengajaran yang menekankan hafalan yang berkembang pada masa pra-islam
masih digunakan pada kuttab-kuttab
masa islam. Triton memberikan gambaran bagaimana proses pengajaran berlangsug:
guru membacakan teks, murid kemudian menulisnya dan kemudian membaca teks
tersebut. Hubungan guru dan murid berlangsung layaknya hubungan orang tua dan
anak.Kesalahan-kesalahan yang dilakukan murid diperbaiki dengan santun. Tidak
ada bukti guru-guru disekolah islam menyakiti siswa karena malas atau kaerena
gagal dalam belajar, dan pelajaran biasanya dilakukan pada pagi hari setelah
matahari terbit dan berlangsung sampai siang hari.
Menurut Goldziherpada saat itu cambuk
dianggap sebagai alat pendidikan yang ada manfaatnya, oleh karena itu guru juga
sering diejek sebagai orang yang membawa pemukul (hamil al-dirra), dan Ibn
Sina juga mengatakan al-isti’ana bi
al-yad sebagai sesuatu yang berguna dalam pendidikan.Adanya pemberian
hukuman fisik pada siswa ini tidak berarti bahwa para pendidik Muslim pada masa
itu, melihat hukuman sebagai alternatif pertama. Ibn Khaldun menjelaskan:”severe punishment in the course
of instruction does harm to studentes, especially to little children…students
who are brought up with injustice and (tyrannical) force are overcome by it. It
makes them feel opperressed and cousses them to lose their energy. It makes
them lazy and induces them to lie and be insincere”. Kalimat tersebut menunjukan ketidaksetujuannnya pada
praktek pemberian hukuman fisik pada murid. Namun tidak menunjukan bahwa
hukuman fisik tidak pernah ada pada masa islam dulu.
KESIMPULAN
1. Kuttab
pada masa Islam berfungsi sebagai
lembaga pendidikan dasar.
2. Islam datanag mengangkat bangsa Arab
ketingkat peradaban yang lebih tinggi dan pada saat yang sama Islam
memperkenalkan elemen-elemen pendidikn yang sebelumnya sangat memperihatinkan.
3. Tidak ada kriteria umur agar anak dapat
masuk ke pendidikan kuttab.
4. Guru-guru
kuttab pada umumnya mendapat status
social yang rendah dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar