Pages

2 Juli 2013

Kuttab Gaya Klasik




Oleh Sofi Lutfiana

PENDAHULUAN
Turunnya Islam memeng sangat berperan penting bagi  bangsa Arab pada saat itu. Islam mengangkat bangsa Arab ke tinggkat peradaban yang lebih tinggi dan memperkenalkan elemen-elemen pedidikan yang sebelumnya sangat memprihatinkan. Dalam makalah ini akan dituis sedikit tenteng  tradisi pendidikan pada masa pra-Islam hingga Islam diturunkan ditengah-tengah masyarakat Arab.
RUMUSAN MASALAH
1.                  Benarkah ada pendidikan pada masa pra-Islam?
2.                  Bagaimana peranan Islam pada masyarakat Arab pada waktu itu?
3.                  Seperti apa setatus social guru dan benarkah guru pada waktu itu tidak digaji?
4.                  Adakah kriteria usia agar biasa mengikuti pendidikan dasar pada waktu itu?
5.                  Bagaimana metode pengajaran dikuttab?
PEMBAHASAN MASALAH
1.      Pendidikan pada masa pra-Islam
Masyarakat Arab pra-Islam sudah mengenal lembaga pendidikan yang disebut kuttab atau kadang disebut maktab,yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis.
Menurut M.Hamidullah kuttab sudah berkembang dengan baik sejak masa pra-Islam (jahiliyyah). Meskipun diakui bahwa catatan-catatan mengenai keadaan pendidikan pada massa tersebut tidak banyak ditemukan, namun Hamidullah dapat mendapatkan beberapa bukti yang dapat memberikan gambaran situasi penddikan pada kala itu. Salah satu contoh bukti Hamidullah, dengan merujuk pada kitab ‘Uyun al Akbbar karya Ibn Qutaibah, Hamidullah menguraikan bahwa Zilmah, salah seorang perempuan anggota suku Hudhail, pada waktu kecil memasuki sekolah dan biasa bermain-main dengan tinta yang biasa dipakai untuk menulis. Selain itu, Ghailan ibn Salmah dari suku Thaif juga terkenal sering mengadakan pertemuan mingguan dimana para penyair membacakan syair-ayairnya dan mendiskusian serta mengkritisi karya-karya mereka.
Penjelasan Hamidullah tersebut belum menunjukan apakah kegiatan pendidikan tersebut bersifat massal atau hanya diikiti oleh orang-orang tertentu. Dalam hal ini Ahmad Shalbi, dangan merujuk pada karya Al-Baladuri, futub al-Bldan menjelaskan bahwa Sufyan Bin Umayyah dan Abu Qais bin ‘abd Manaf adalah orang asli Arab partama yang belajar membaca dan menulis.Guru mereka adalah seorang nasrani bernama Bishr ‘Adb al-Malik yang pernah belajar ilmi ini di Hira. Dan orang Arab pertama yang menjadi guru adalah Wadi al-Qura yang hidup disana dan mulai mengajarkan membaca dan menulis kepada penduduk Arab, sehingga pada saat datangnya Islam hanya ada 17 orang Quraisy yang mengenal baca tulis.
Dengan merujuk pada data yang ditulis oleh Shalaby ini dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan  hanya dilakukan oleh sekelompok orang dan khususnya di Makkah. Dan hal yang demikian dapat dimaklumi menginggat pada saat itu sebagian penduduk di Jazirah Arab adalah penduduk yang memiliki kebiasaan hidup berpindah-pindah (nomaden).Tentu perhatian yang meraka berikan lebih besar  pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer berupa makanan sementara kegiatan pendidikan menjadi kebutuhan sekunderatau bahkan meraka anggap tidak penting sama sekali. Karena ketrampilan membaca dan menulis belummenjadi hal yang umum dimiliki masyarakat, maka yang berkembang adalah tradisi lisan.Dalam kondisi seperti itu, yang menjadi “guru” adalah mereka yang paling banyak hafalannya[1].

2. Peranan Islam
Dengan datangnya masa Islam kegiatan pendidikan yang sudah ada sebelumnya dapat berkembang dengan lebih baik. Karena itu Ignaz Goldziher  mengatakan “Tidak salah untuk dikatakan bahw Islam mengangkat Bangsa Arab ke tingkat peradaban yang lebih tinggi, dab pada saat yang sama memperkenalkan elemen-elemen pendidikan yang sebelumnya sangat memprihatinkan”. Perkembangan pendidikan pada massa ini tidak terlepas dari besarnya perhatian Al-Qur’an pada pendidikan dan juga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Nabi sendiri dan anjuran-anjuran yang beliau sampaikan kepada umatnya berkaitan pada dengan urusan pendidikan[2].
Perkembangan lembaga pendidikan kuttab secara luas berlangsung pada awal abad ke-2 hijriyah, yakni sejak massa Muawiyah. Menurut Hisham Nashabi, perkembangan kuttab ini tidak bias dilepaskan dari adanya kebutuhan ketrmpilan menulis sejalan dengan menganut kurikulm campuran, dengan Al-Qur’an sebagai inti, tetapi tidak memadukannya dengan ketrampilan kaligrafi, sehingga tulisan tangan anak-anak muslim dari Timur tidak begitu baik.

3.      Status sosial dan gaji guru
Ada perbedaan istilah yang digunakan untuk menyebut  guru pada pendidikan dasar. Guru pada sebuah  kuttab disebut mu’allim  dan guru yang mengajar anak-anak raja disebut muaddib. Perbedaan ini ternyata juga memiliki implikasi pada perbedaan status sosial mereka.Guru-guru kuttab pada mumnya mendapatkan status sosial yang rendah dalam masyarakat. Merujuk pada catatan Jahiz, misalnya Goldziher mengatakan bahwa A,akmun menoak untuk mengakui kesaksian guru di pengadilan.
Sedangkan menuru Quraishi pekerjaan sebagai seorang guru di kuttab dianggap rendah juga karenapekerjaan trsebut tida memerlukan usaha fisik yang umumnya dilakukan kaum laki-laki, disamping itu pekerjaan ini menuntut seseoran untuk tinggal dirumah,sesuatu yabg tidak layak dilakukan laki-laki, guru-guru itu dianggap rendah karena mengurusi anak-anak kecil, tinggal diruangan kelas dan tidak berhubunga degan kekerasan. Guru itu juga sering menjadi orang yang membosankan, yang mengajarkan Al-Qur’an hanya dengan hafalan dan meneror anak-anak dengan tongkat.[3]
Sedangkan mengenai gaji guru, persoalan apakah guru yang mengajar ilmu-ilmu agama atau ilmu mumum boleh mendapatkan bayaran menjadi perdebatan dikalangan umat islam pada massa awal. Kaum ortodoks dan mereka yang taat beragama pada umumnya berpandangan bahwa mengajarkan pendidikan agama seharusnya tidak menuntut bayaran.Tujuan dari mengajar agama adalah untuk mencari ridha Allah.
Pada prakteknya guru-guru tersebut teteap mendapatkan bayaran khususnya yang mengajarkan membaca, menulis dan ilmu hitung. Namum mereka yang mengajarkan Al-Qur’an pada umumnya menolak ketika diberi upah, karena mereka tidak akan mengambil bayaran dari pengajaran  kitab Allah.
Pada massa Umar guru-guru tersebut dibayar 15 dirham. Seorang guru itu bebas menerima bayaran dari pemerntah, masyarakat atau perorangan, tetapi mereka harus puas berapapun bayarannya tergantung pada yang mau memberi.

4.      Kriteria usia untuk memasuki pendidikan kuttab
Beberapa sumber abad pertengahan memberikan informasi yang berbeda tentang usia anak memasuki pendidikan kuttab. Barang kali ini dapat juga dianggap sebagai pertanda tidak adanya ketentuan yang baku mengenai kapan anak dapat memasuki apendidikan kuttab. Ilmuwan Al-Andalus (Spanyol) Ibn Hazm, menganggap bahwa usia 5 tahun adalah ideal untuk memulai pendidikan kuttab. Ibn Al-Jawzi memberitakan bahwa ia memulai pendidikan kuttab nya pada usia 6 tahun, tetapi banya diantara teman sekelasnya yang lebih tua dari dia sendiri. Seorang  ulama bernama Ibn Al-Adin baru masuk kuttab pada usia 7 tahun. Yang lin bahkan menunggu sampai berusia 10 tahun, hal ini menunjukan tidak adanya keseragaman mengenai kapan seorang anak harus memulai pendidikan kuttab-nya.

5.      Matode pengajaran di kuttab

Metode yang digunakan guru dalam pengajaran di kuttab masih sederhana. Metode pengajaran yang menekankan hafalan yang berkembang pada masa pra-islam masih digunakan pada kuttab-kuttab masa islam. Triton memberikan gambaran bagaimana proses pengajaran berlangsug: guru membacakan teks, murid kemudian menulisnya dan kemudian membaca teks tersebut. Hubungan guru dan murid berlangsung layaknya hubungan orang tua dan anak.Kesalahan-kesalahan yang dilakukan murid diperbaiki dengan santun. Tidak ada bukti guru-guru disekolah islam menyakiti siswa karena malas atau kaerena gagal dalam belajar, dan pelajaran biasanya dilakukan pada pagi hari setelah matahari terbit dan berlangsung sampai siang hari.
Menurut Goldziherpada saat itu cambuk dianggap sebagai alat pendidikan yang ada manfaatnya, oleh karena itu guru juga sering diejek sebagai orang yang membawa pemukul (hamil al-dirra), dan Ibn Sina juga mengatakan al-isti’ana bi al-yad sebagai sesuatu yang berguna dalam pendidikan.Adanya pemberian hukuman fisik pada siswa ini tidak berarti bahwa para pendidik Muslim pada masa itu, melihat hukuman sebagai alternatif pertama. Ibn Khaldun   menjelaskan:”severe punishment in the course of instruction does harm to studentes, especially to little children…students who are brought up with injustice and (tyrannical) force are overcome by it. It makes them feel opperressed and cousses them to lose their energy. It makes them lazy and induces them to lie and be insincere”. Kalimat tersebut menunjukan ketidaksetujuannnya pada  praktek pemberian hukuman fisik pada murid. Namun tidak menunjukan bahwa hukuman fisik tidak pernah ada pada masa islam dulu.
KESIMPULAN
1.      Kuttab pada masa Islam berfungsi sebagai lembaga pendidikan dasar.
2.      Islam datanag mengangkat bangsa Arab ketingkat peradaban yang lebih tinggi dan pada saat yang sama Islam memperkenalkan elemen-elemen pendidikn yang sebelumnya sangat memperihatinkan.
3.      Tidak ada kriteria umur agar anak dapat masuk ke pendidikan kuttab.
4.      Guru-guru kuttab pada umumnya mendapat status social yang rendah dalam masyarakat.


[1] Rusman Thoyib, jurnal edukasi, h. 139-141
[2] Ibid, h. 141
[3] Ibid. h. 144

Tidak ada komentar:

Posting Komentar